".....orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (13:28) ".........(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih..(29:88-89)

Kamis, 27 Oktober 2011

Tausyiah Imam Ghazali

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yaa Siin (36):65)

Manusia sering menyangka bahwa dunia ini adalah segalanya, sehingga melupakan hal-hal hakiki dari kehidupan, dikiranya akan hidup selamanya sama sekali tidak mempersiapkan bekal untuk hidup setelah dunia, dikiranya  tidak akan mempertanggungjawabkan akan perbuatan masa lalu sehingga dilabraknya halal-haram, dikiranya hidup adalah untuk bersenang-senang maka diturutinya hawa nafsu, dikiranya hidup bukan amanah dari Yang Kuasa sehingga sering menyia-nyiakan amanah sebagai khalifah Allah yang diberi tugas untuk ibadah kepada Nya, dan dikiranya ibadah sebagai beban yang harus disingkirkan maka sering melalaikan dan menyepelekan tugas hidup sebagai hamba Allah, serta sering menyangka bahwa kesenangan dan hidup bahagia hanya untuk diri sendiri, sehingga sering meyakiti hati makhluk Allah lainnya.


Suatu ketika Imam Ghazali dengan murid-muridnya melakukan tanya jawab seperti berikut ini:

Imam Ghazali :"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid-murid :"Orang tua, guru,kawan dan sahabat."
Imam Ghazali :"Benar, tapi yang paling dekat adalah kematian. sebab setiap yang bernyawa akan 
mati."

Imam Ghazali :"Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?"
Murid-murid :"Negara Cina, bulan, matahari dan bintang."
Imam Ghazali :"Ya, betul. namun yang benar adalah masa lalu. karena kita tidak bisa kembali ke 
sana.

Imam Ghazali :"Apa yang paling besar di dunia ini?"
Murid-murid :"Matahari, bumi dan gunung-gunung."
Imam Ghazali :"Ya. tapi nafsu adalah yang paling besar.

Imam Ghazali :"Apa yang paling berat di dunia ini?"
Murid-murid :"Besi dan gajah."
Imam Ghazali :"betul. tapi yang paling berat adalah amanah."

Imam Ghazali :"Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Murid-murid :"Debu, angin, kapas serta daun-dauan."
Imam Ghazali :"Semua betul, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat."

Imam Ghazali :"Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Murid-murid :"Pedang."
Imam Ghazali :"Ya, betul. tapi yang paling tajam adalah lidah manusia. Karena dengan lidah ini  
manusia dapat menyakiti hati dan perasaan orang lain dan saudaranya."

Oleh karena itu, marilah kita menjaga  dari hal-hal yang menjauhkan diri dari Allah SWT, senantiasa mengingat mati yang terus mengintip kelengahan hidup kita, mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat,
mengendalikan hawa nafsu, menjaga amanah dan senantiasa saling mengasihi sesama makhluk Allah SWT.

Kamis, 20 Oktober 2011

Allah Beserta Kita... !!!


فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
.....Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al- Insyirah (94):5-6)

Sesungguhnya kita sering merasa  seakan-akan  dijauhi oleh kebahagiaan. Terkadang kita dirundung kekecewaan manakala orang-orang disekitar kita menjauh , dikarenakan status sosial kita yang kurang beruntung.  Terkadang hati kita berkecamuk hebat manakala melihat teman-teman sebaya, saudara-saudara kita, sudah bertemu dengan pasangan hidup, sedangkan kita tidak. Bahkan tidak sedikit diantara kita yang akhirnya sering menyalahkan takdir atas dirinya....

Maka , manakala kita mengalami hal tersebut hendaknya kita kembali merenungi kisah di atas, bahwa siapapun yang bersandar hanya kepada Alloh, siapapun yang hanya menggantungkan diri hanya kepada Dzat pemilik alam semesta ini, tidak akan pernah Alloh menyia-nyiakannya.
Baginda Rasululloh Saw  senantiasa memberikan uswah, suri tauladan, dalam menyikapi segala macam keadaan yang terjadi atas dirinya.  Beliau  Saw  selalu berlaku adil dalam menghadapi berbagai  peristiwa yang menimpanya, dengan lebih mengedepankan ketauhidan , keimanan, ketimbang perasaan yang sering menjajah hati.
Oleh karena itu, hendaknya siapapun diantara kita mulai saat ini mulai  berusaha memiliki sikap terbaik dalam menyikapi segala macam permasalahan yang boleh jadi  siap menimpa kita

Jumat, 14 Oktober 2011

Qurban dan Harapannya...


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj (22): 34)

            Diakui atau tidak, satu-satunya peristiwa luar biasa di muka bumi ini adalah ketika Allah SWT, Penggenggam Alam semesta, memberi ujian kepada Nabi Ibrahim as. untuk mengorbankan anaknya, Nabi Ismail as yang masih sangat muda. Secara logika, tentu kita akan bertanya, bukankah Ibrahim as adalah kekasih Allah, al Khalilullah,  yang pastinya tidak akan mengorbankan sesuatu yang dicintai kekasih Nya, apalagi buah hati yang sudah dirindukan kehadirannya berpuluh-puluh tahun lamanya.
            Namun, Ibrahim as, benar-benar sosok makhluk yang lurus (hanif) yang menempatkan Tuhan di atas segala-galanya. Ibrahim as membuktikan ketaatannya kepada  Allah SWT. sehingga tiada ragu beliau melaksanakan perintah Allah SWT. Dan lagi-lagi terjadi dialog, barangkali menjadi satu-satunya yang terjadi di muka bumi ini. Suatu dialog yang menunjukkan hubungan batin yang sempurna antara orang tua dengan anaknya,  sangat mengharukan, menguras air mata orang-orang beriman,  sekaligus menjadi pelajaran yang teramat berharga bagi generasi setelahnya. Dialog tersebut diabadikan dalam al Qur'an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS: Ash Shafaat (37):102)
           Benar-benar peristiwa yang mengharukan, dan Ibrahim as serta Ismail as melaksanakan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, seperti yang digambarkan dalam al Qur'an:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
(QS: Ash Shafaat (37):103)

Justru buah keikhlasan itulah yang menjadi bukti bahwa mereka adlah orang-orang yang Allah SWT kasihi dan cintai, seperti yang digambarkan dalam ayat berikutnya:
 وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ  *قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS: Ash Shafaat (37):104-105)

Episode yang Allah berikan kepada orang mukmin pastinya adalah suatu ujian....
 إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS: Ash Shafaat (37):106)

Dan tentu saja balasan bagi mereka yang tunduk, patuh, taat terhadap ajaran Nya adalah karuniaNya....   
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS: Ash Shafaat (37):107)

Peristiwa tersebut menjadi suatu bukti betapa Allah memberikan ujian kepada hamba Nya yang beriman, sejauhmana kecintaannya kepada Nya dibanding dengan kecintaannya kepada selain Allah. Dan  Ibrahim as berhasil melaluinya.....


وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ  *سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ  *كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
  إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.     
(QS: Ash Shafaat (37):108-111)


Kamis, 13 Oktober 2011

Indahnya Sabar

Sesungguhnya kesabaran bermakna merespon apapun Kehendak Alloh dengan mengembalikan segala urusan hanya milik-Nya dan senantiasa berupaya agar apapun hasilnya menjadi sikap yang terbaik. Hal tersebut dicontohkan oleh nabiyulloh Hud as. ketika umatnya mencemooh dan menolak untuk mengikuti ajakan beliau.
قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ
“ Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta." Hud herkata "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu." (QS. Al ‘Araf 66-68)

            Umpatan dan cemooh orang-orang yang bodoh dari kalangan kaum Nabi Hud as., sama sekali tidak mengurangi kesabaran beliau. Sebab jauh sekali bedanya antara manusia pilihan Alloh yang berada di puncak kebajikan dan ketaatan  dengan orang-orang yang merusak fikiran dan jiwa meraka sendiri dengan menyembah batu-batuan yang dianggapnya akan  mendatangkan mudhorat dan  manfaat. Bagaimana mungkin seorang “Maha Guru” seperti beliau itu akan tertusuk hatinya oleh omongan orang-orang picik mereka?
            Rasululloh Saw., mengajar para sahabatnya supaya mereka memiliki kesabaran dan kesanggupan mengendalikan diri. Dalam sebuah riwayat :
            “Pada suatu hari datanglah seorang Arab badui kepada Rasul Alloh Saw., untuk meminta sesuatu. Beliau memberi apa yang dimintanya sambil bertanya: “Bukankah aku telah baik kepadamu?’ Orang Arab badui itu menjawab: Tidak, engkau tidak berbuat baik!’ Mendengar jawaban itu kaum muslimin yang hadir bangkit hendak memukulinya, tetapi segera dicegah oleh Rasul Alloh Saw. Beliau berdiri kemudian masuk kedalam rumah, lalu memberi tambahan kepada orang Badui itu, seraya bertanya:’Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?’       Orang Badui itu menyahut .....