".....orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (13:28) ".........(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih..(29:88-89)

Rabu, 16 November 2011

Al Malik ( Seri Asma'ul Husna 2)


لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ     

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.  (QS. Al Ma'idah(5):120)


Betapa sering manusia menyangka bahwa segala yang dimilikinya senantiasa abadi, sehingga tidak terbersit dalam hatinya bahwa ada yang lebih berhak memilikinya, Dia lah Allah, Yang Maha Menggenggam segala sesuatu, Dia lah yang berhak memiliki segala apa yang kita anggap hak milik kita. 

Dalam riwayat Muslim dikisahkan, pada suatu ketika putera kesayangan sahabat Abu Thalhah ra.  meninggal dunia. Ummu Sulaim, istrinya,  tidak langsung memberi tahu suaminya yang baru pulang dari bepergian. Ketika Abu Thalhah datang, disambutnya dengan suka cita, dijamu dengan hidangan makanan sebagaimana mestinya,  bercengkerama seoalah-olah tidak ada kejadian yang mencurigakan, sampai berlanjut  ke hubungan suami istri seperti biasanya.
Kemudian, setelah Abu Thalhah merasa puas barulah ia berkata, ”Hai Abu Thalhah bagaimana  menurut pendapatmu, jika seseorang meminjamkan sesuatu kepada satu keluarga, tiba-tiba diminta kembali pinjamannya itu, apakah boleh keluarga yang dipinjami menolak?” Abu Thalhah menjawab, ”Tidak boleh !” Berkata Ummu Sulaim, ”Relakan puteramu kepada Allah.” Maka marahlah Abu Thalhah sambil berkata, ”Mengapa kau sembunyikan berita itu hingga saya berlumuran begini baru kau beri tahu?”
Segera, setelah itu Abu Thalhah melaporkan kejadian tersebut  kepada Baginda Rasulullah SAW. Maka Baginda Rasulullah SAW berdoa, ”Semoga Allah memberkahi kamu berdua dalam harimu itu.” Kemudian mengandunglah Ummu Sulaim dari hubungan intim malam itu. Di kemudian hari, anaknya itu menikah dan dikaruniai sembilan orang anak yang semuanya hafal Alquran.

Daqri riwayat di atas, merupakan pelajaran bagi seorang muslim agar senantiasa rida atas segala keputusan Allah SWT. ”Jika manusia rida akan keputusan-Nya, Allah SWT pun rida terhadap manusia itu. Hal ini sebagaimana keridaan Allah SWT kepada para sahabat nabi,” ujarnya seraya mengutip salah satu firman Allah SWT, ”Allah berfirman, 
 قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

 "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar,” (QS Al Maidah: 119).

Sikap ridla seorang muslim atas segala keputusan Allah SWT, merupakan bukti pengakuannya akan sifat Allah Al Malik, raja di atas raja yang bersifat mutlak. 
Menurut akar kata, malik berasal dari kata malaka, yammiku yang berarti memiliki dan menguasai.
Maka Al Malik mengandung makna bahwa Allah SWT itu Maha Menguasai dan Maha Memiliki. Dia yang memulai, Dia pula yang meniadakan, Dia yang menghidupkan, Dia pula yang mematikan, hanya Allah SWT yang berkuasa memberikan siksa dan pahala. Sedangkan lainnya adalah obyek. Allah SWT yang menciptakan manusia, Dia pula yang akan mematikan manusia, Dia la Maha Penggenggam segala sesuatu.
Karena Allah SWT Maha Penggengam  segalanya,  Dia pula yang berhak mengatur segalanya. Sehingga ketika seorang muslim kehilangan anaknya karena telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, dia tidak boleh memprotes Allah SWT, karena anak adalah milik Nya. Tegasnya, Allah SWT yang berhak memutuskan suatu hal, tak ada sesuatu pun yang bisa menghalangi keputusan Nya.
Jika Allah SWT adalah pemilik segalanya, Dia yang berhak melarang dan memerintahkan sesuatu, dan pada saatnya nanti Dia akan memberikan kemuliaan kepada orang yang berhak. Hal ini telah ditegaskan dalam firman Nya:
 قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 
”Katakanlah, ’Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu,” (QS Ali Imran (3): 26).

Dalam ayat lainnya secara tegas Allah SWT berfirman:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
  
”Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan,” (QS Al Hasyr (59): 23).

selanjutnya sifat asmaul husna Al Malik mengandung pelajaran agar seorang manusia tidak berhak sombong atas semua yang ia miliki, karena pada hakikatnya semua adalah milik Allah SWT.  begitupun ketika manusia diuji dengan kesulitan, maka manusia harus rida dan tidak gelisah, yakinlah bahwa semua hal ada dalam genggaman-Nya. Jika kita rida, demi Allah ,akan diberikan balasan yang lebih baik.
Kesemunya mengandung arti bahwa manusia harus senantiasa bersyukur atas semua hal yang ia peroleh dan bersabar ketika menerima ujian. Salah satu wujud syukur yakni menggunakan apa yang telah dikaruniakan Allah SWT, untuk berjuang di jalan Nya. Jika diberikan harta melimpah, gunakan harta itu untuk menolong agama Allah SWT dan membantu kaum dhuafa.

Selain itu, Al Malik maknanya adalah Dzat yang tidak membutuhkan, baik dalam Dzat maupun Sifat-Nya, sebaliknya segala sesuatu yang ada di jagat raya ini lah yang membutuhkan-Nya. Dia Maharaja Mutlak yang sebenarnya. Dialah yang mengendalikan segala urusan makhluk-Nya dengan saksama tanpa membutuhkan bantuan sedikitpun dari makhluk Nya.
Tidaklah terbayangkan oleh hamba Nya, bahwa ia memiliki kerajaan secara mutlak, sebab semua yang dimilikinya itu hakikatnya adalah milik Allah SWT.
Jika seseorang membayangkan kehidupan yang fana ini, betapapun kerajaan yang dimilikinya, tentu akan lenyap disebabkan oleh dua perkara: pertama, karena kematian dan berpindahnya kerajaan itu kepada orang lain, padahal Allah SWT adalah Penguasa kehidupan, kematian dan kebangkitan; kedua, gugurnya pengakuan kekuasaan bagi selain Allah, yaitu sesudah ditiupkan sangkakala pertama, yakni ketika Allah SWT menyerukan (QS Al Mu’min (40): 16)
 يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
 (yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman):
 “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?”
Ketika tidak ada yang menyahut, maka Allah SWT sendirilah yang menjawabnya:
“Hanya kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan.”

Lalu, apa yang harus kita sombongkan di dunia ini?

Dari berbagai sumber@2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar