".....orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (13:28) ".........(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih..(29:88-89)

Jumat, 14 Oktober 2011

Qurban dan Harapannya...


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj (22): 34)

            Diakui atau tidak, satu-satunya peristiwa luar biasa di muka bumi ini adalah ketika Allah SWT, Penggenggam Alam semesta, memberi ujian kepada Nabi Ibrahim as. untuk mengorbankan anaknya, Nabi Ismail as yang masih sangat muda. Secara logika, tentu kita akan bertanya, bukankah Ibrahim as adalah kekasih Allah, al Khalilullah,  yang pastinya tidak akan mengorbankan sesuatu yang dicintai kekasih Nya, apalagi buah hati yang sudah dirindukan kehadirannya berpuluh-puluh tahun lamanya.
            Namun, Ibrahim as, benar-benar sosok makhluk yang lurus (hanif) yang menempatkan Tuhan di atas segala-galanya. Ibrahim as membuktikan ketaatannya kepada  Allah SWT. sehingga tiada ragu beliau melaksanakan perintah Allah SWT. Dan lagi-lagi terjadi dialog, barangkali menjadi satu-satunya yang terjadi di muka bumi ini. Suatu dialog yang menunjukkan hubungan batin yang sempurna antara orang tua dengan anaknya,  sangat mengharukan, menguras air mata orang-orang beriman,  sekaligus menjadi pelajaran yang teramat berharga bagi generasi setelahnya. Dialog tersebut diabadikan dalam al Qur'an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS: Ash Shafaat (37):102)
           Benar-benar peristiwa yang mengharukan, dan Ibrahim as serta Ismail as melaksanakan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, seperti yang digambarkan dalam al Qur'an:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
(QS: Ash Shafaat (37):103)

Justru buah keikhlasan itulah yang menjadi bukti bahwa mereka adlah orang-orang yang Allah SWT kasihi dan cintai, seperti yang digambarkan dalam ayat berikutnya:
 وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ  *قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS: Ash Shafaat (37):104-105)

Episode yang Allah berikan kepada orang mukmin pastinya adalah suatu ujian....
 إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS: Ash Shafaat (37):106)

Dan tentu saja balasan bagi mereka yang tunduk, patuh, taat terhadap ajaran Nya adalah karuniaNya....   
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS: Ash Shafaat (37):107)

Peristiwa tersebut menjadi suatu bukti betapa Allah memberikan ujian kepada hamba Nya yang beriman, sejauhmana kecintaannya kepada Nya dibanding dengan kecintaannya kepada selain Allah. Dan  Ibrahim as berhasil melaluinya.....


وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ  *سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ  *كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
  إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.     
(QS: Ash Shafaat (37):108-111)




           Nabi Akhir Zaman, Muhammad SAW, kembali mensyariatkan qurban sebagai aktualisasi peristiwa di atas, dan tentu saja syariat yang diperintahkan Allah SWT kepada umat  manusia  yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir. Firman Allah:
  
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ* إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ 

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. A Kautsar (108):1-3)

           Allah mengingatkan umat manusia akan nikmat-nikmat yang telah manusia rasakan yang tak akan pernah dapat dihitung. Sebagai manusia yang memperoleh kedudukan mulia dari segi bentuk penciptaan dibanding makhluk lain yang Dia ciptakan.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
 Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” 
(QS. At Tiin (95): 4)
 juga sebagai khalifatullah fil ardli,  makhluk yang diserahi tugas untuk menjaga, memelihara dan  memakmurkan bumi serta isinya.

 وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al Baqarah (2) : 30)
Belum lagi nikmat dianugerahi anggota badan yang begitu menakjubkan dan luar biasa. Terasa sangat berharga bahkan walau hanya satu sel tubuh kita terkena sakit  . Makanya Allah swt kembali mengingatkan  
 فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar Rahman. (55):13)
Dan tentu saja yang paling besar anugerah Allah SWT adalah nikmat Iman dan Islam. Ini digambarkan Allah sendiri,

 الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” 
(QS. Al Ma’idah (5) : 3)


          Maka setelah Allah SWT menyebut nikmat-nikmat yang begitu banyak itu, Dia mengingatkan hamba-hamba Nya agar mau melaksanakan Perintah dan menjauhi laranganNya; perintah shalat lima waktu,  puasa, zakat, hajji,  dan berkurban sebagai bukti rasa syukur kepada-Nya.
           Rasulullah saw memerintahkan berkurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman bagi siapapunj ummatnya yang memiliki kemampuan tetapi. dengan sengaja melalaikannya .
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

          Sesungguhnya berkurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah swt dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.
          Allah SWT berkehendak menguji hamba-hamba-Nya dengan suatu perintah, apakah ia dengan berbaik sangka kepada-Nya dan sebagai implementasinya  melaksanakan dengan baik tanpa ragu-ragu, seperti halnya Nabi Ibrahim as.
         Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap berkurban. Atau seperti Qabil yang menuruti logika otaknya dan kemauan syahwatnya, sehingga dengan perintah berkurban itu, ia malah melanggar perintah Allah swt dengan membunuh saudara kembarnya sendiri? Ia berusaha mensiasati perintah Allah swt dengan kemauannya sendiri yang menurutnya baik. Namun di situlah letak permasalahannya, dia tidak percaya perintah Allah SWT.
            Berkurban juga berarti upaya "menyembelih" hawa nafsu dan memotong kemauan syahwat yang selalu menyuruh kepada kemunkaran dan kejahatan, dan selanjutnya mengendalikannya ke arah yang ma'ruf dan mashlahat.
             Seandainya sikap di atas dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan maju dalam segalanya. Betapa tidak, bagi yang berprofesi sebagai guru, ia berkurban dengan ilmunya. Pengusaha ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan halal. Politisi ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Pemimpin ia berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya dan begitu seterusnya.

           Kita berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan kelompok, atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Bahkan kemauan kelompok namun bertentangan dengan perintah Allah swt.
           Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi pertiwi ini. Biidznillah, tentu dengan izin Allah SWT.
             Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” 
(QS. Al Hajj (22): 37).

            Dan berkurbanlah. Kurban menjadi kebiasaan yang melegakan, bukan menjadi beban dan keterpaksaan. Karena memang kurban tidak sekedar memotong hewan. Wallahu A’lam.

Sumber Bacaan: Ulis Toha. 3/12/2007 | 24/Dzulqaidah/1428 H www.dakwatuna.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar